Posts

Setetes Embun di Daun Talas

Aku hanya ingin menulis. Tulisan tentang pencarian pada sesuatu yang ku tak pernah tahu apa itu. Sungguh rasanya sesak dalam hati, merenggut kesadaran manusiawi. Aku sendiri tak tahu apa itu manusiawi, yang ku tahu manusia selalu seperti itu sejak aku mengenal kata dan angka. Aku ingin tahu apa itu, yang terkadang aku merasa tahu tapi sesungguhnya aku tak tahu. Ku cari di pagi hari yang indah, namun hanya sekelebat yang lantas hilang bersama lenyapnya kabut Ku cari di malam sunyi yang sepi, namun hanya kilatan yang menjelma kegelapan. Terasa luka menghujam teramat dalam di dalam kesendirian ruh, yang ku tak tahu apa itu ruh, apakah ruh itu aku atau jelmaan aku. Sedangkan bintang malam adalah keramaian dalam keheningan, rupa orang-orang, rupa dunia yang membuatku semakin tersiksa di atas tempat penuh penolakan dan resistensi. Apakah Tuhan menciptakan tempat untuk bertemu denganNya? Sedangkan gunung dan lautan hanya memberikan indah sesaat bagi jiwa tersesat. Kapan Tuhan mau bertemu deng...

Surat untuk Jarak

Sebelumnya aku ingin meminta maaf untuk langkah yang pernah terarak   Berjalan denganmu menghilangkan banyak sesak                 Aku merasa saat itu Tuhan sedang menepuk pundak   Ya, pundak ku yang kecil dan berkerak               Mungkin aku yang terlalu naif mengira kabut pagi hari tak akan hilang                          Aku memang terlalu bodoh mengira senja tak akan meremang             Senyum yang kukira kekal ternyata berubah di antara ilalang        Peluk yang hangat menjelma tusukan pedang  Tapi, terimakasih                 Aku kau anggap sebagai langit pagi yang indah, walau lelaki itu kau anggap matahari yang kekal  Kau anggap aku senja yang indah walau tergantikan bulan abadi  Terimakasih tela...

Purnama 15

Februari Kala purnama Ketika kau memutuskan pergi Menghilang lenyap dalam sunyi Aku berjalan dibawah sinar bulan yang gagah perkasa Menelusuri kata demi kata Merangsak dalam rimba masa lalu Mencari kekeliruan dalam diri Kau tahu puncak patah hati, kekasih ketika lantunan berubah lamunan Ketika senyum berubah masam Dan tawa menjelma tangis tak bersuara Di ketinggian malam ini Renjana nampak di rinjani Berharap purnama tak kunjung pergi Dan bayangmu senantiasa menemani

Menertawai Tangis

Hari ini tangis terdengar riuh Melengking bersahut-sahutan Jutaan insan meneteskan peluh Air matanya menghanyutkan kapal Nuh Semut berhamburan mencari makan Manusia masuk sarang mencari aman Mayat-mayat mencari teman Malaikat sibuk menjemput korban Petaka...  Sia-sia saja intanmu  Sia-sia saja emasmu sia-sia saja peti permata yang kau congkel dari mata-mata manusia Musim berubah mengutus wabah Menyabut nyawa manusia serakah Menelanjangi jiwa jiwa lemah Menghakimi pelaku salah Tuhan...  Apa salah kami? Apa kami terlalu lama tertawa? Apa kami terlalu congkak untuk meratap?  Di sisi lain, langit menghibur bumi yang sedang sakit tua Menyuruhnya tertawa dan bahagia Tapi tak sanggup tertawa diatas tangis manusia, musuh besarnya. 

Februari

Februari kala hujan Angin barat kencang mengalir Menambah deras rintik-rintik Rintik perlahan menjelma rintih Aku ingin mencintaimu  Membelaimu seperti semilir menjatuhkan daun-daun Lembut penuh kasih Daunnya terbang membawa inginku pada Illahi Tepat di padang rumput Tempat kita memadu kasih Awan hitam datang membawa serdadu menabuh genderang menggelegar  Kita pun basah kuyup oleh harapan-harapan

Tugas kekasih

Malam tak begitu malam, kekasih Karena rinduku akan selalu pagi Melukis horison dengan senyummu Membuatku tetap terjaga Dan menyebut namamu dalam doa Adalah tugasku tiap malam

Jingga

Tak bisa ku nyalakan jingga Karena senja tak bisa ku jaga Senjamu sudah bukan senjaku  Ia berubah malam Gelap gulita tak bercahaya Hanya berteman sepercik kejora Menyampaikan sebagian rinduku Yang hanya sampai depan pintu Pintu yang lapuk termakan harapan